- Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Pura ini terletak di lereng sebelah barat daya Gunung Agung, gunung tertinggi di Pura Besakih sengaja dipilih di desa yang dianggap suci karena letaknya yang tinggi, yang disebut Hulundang Basukih. Nama tersebut kemudian menjadi nama Desa Besakih. Nama besakih diambil dari Bahasa Sansekerta, yaitu wasuki. Dalam, bahasa Jawa Kuno adalah basuki yang berarti selamat. Pura Besakih sebagai tempat sembahyang umat Hindu. Lokasinya yang strategis dengan pemandangan alam menjadikan tempat ini juga sebagai tempat wisata. Baca juga Basuki Pastikan Penataan Kawasan Pura Besakih Tak Sentuh Area Ibadah Nama Besakih juga didasari oleh mitologi Naga basuki sebagai penyeimbang Gunung Mandara. Sejarah Pura Besakih Dalam karya ilmiah berjudul Pura Besakih Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali, oleh IDG Windhu Sancaya berdasarkan buku berjudul Pura Besakih Pura Agama, dan Masyarakat Bali, karya David J. Stuart Fox, ada beberapa sumber terkait pendirian Pura Besakih yang masih diragukan penulis namun dipercaya masyarakat. HIDAYAT Umat Hindu usai sembahyang di Pura Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Bali, Rabu 5/10/2011. Pura terbesar di Bali yang mengalami perkembangan sejak masa pra-hindu, ini berorientasi ke Gunung Agung yang dianggap sebagai tempat tinggal para dewata. Berdasarkan sumber-sumber tertulis dan cerita rakyat, Sri Kesari Warmadewa, pendiri dinasti Warmadewa yang menguasai Bali selama beberapa abad dipecaya sebagai pendiri pertama kompleks pura di Besakih. Keraguan muncul dari aspek cerita Sri Wira Dalem Kesari Sri Kesari Warmadewa menunjukkan hubungan dengan dinasti Jaya pada abad ke 12, antara 1131 - 1200. Dinasti yang dimaksud adalah Jayasakti, Ragajaya, Jayapangus, dan Ekajaya Lancana. Berdasarkan prasasti Sading, diperkirakan Sri Wira Dalem Kesari adalah nama lain Jayasakti yang memerintahkan Bali pada tahun 1131-1150. Baca juga Kemegahan Pura Besakih di Lereng Gunung Agung Keberadaaan tokoh Mpu Kuturan dan Mpu Bharadah juga terkait dengan cerita Besakih. Mpu Kuturan dihubungkan dengan Pura Peninjoan dan sebagai arsitek pembangunan Pura Besakih. Nama Rsi Markandeyan yang dikisahkan dari Gunung Raung Jawa Timur dikaitkan dengan pendirian Pura Basukian. Legenda ini tidak ditemukan dalam teks maupun sumber Umat Hindu Bali melakukan persembahyangan Peneduh Jagat di Pura Besakih, Karangasem, pada Minggu 5/7/2020 pagi. Terkait Rsi Markandeya ditemukan berdasarkan koleksi tahun 1932 yang bersumber dari cerita seorang pedanda di Lembah Gianyar. Sumber lain terkait Rsi Markandeya baru muncul 1930-an. Sementara di kompleks Pura Besakih banyak peninggalan zaman megalitik, seperti menhir, tahta batu, maupun struktur teras pyramid. Peninggalan tersebut menunjukkan bahwa Pura besakih berasal dari zaman yang sangat tua, jauh sebelum adanya pengaruh agama Hindu. Makna Bangunan Pura Besakih Pura Besakih merupakan bangunan sebagai lambang pemersatu dalam kehidupan masyarakat Bali yang menganut agama Hindu. Keberadaan fisik bangunan tidak sekedar tempat ibadah yang besar, tetapi juga keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung yang dianggap memiliki suatu kekuatan gaib yang harus disembah dan dilestarikan. Baca juga Ada Upacara di Pura Besakih, Pendakian Gunung Agung Ditutup Kompleks Pura Besakih dibangun berdasarkan keseimbangan alam dalam konsep Tri Hita Karana. Dimana, penataan bangunan disesuaikan berdasarkan arah mata angin agar struktur bangunannya dapat mewakili alam sebagai simbolisme adanya keseimbangan. SHUTTERSTOCK Ilustrasi Bali - Pura Besakih. Masing-masing arah mata angin disebut mandala dengan dewa penguasa yang disebut "Dewa Catur Lokapala". Mandala tengah sebagai porosnya, sehingga kelima mandala dimanifestasikan menjadi "Panca Dewata". Struktur bangunan berdasarkan konsep arah mata angin adalah Pura Penataran Agung Besakih, pusat mandala yang merupakan pura terbesar untuk memuja Dewa Çiwa Pura Gelap pada arah timur untuk memuja Dewa Içwara Pura Kiduling Kereteg pada arah selatan untuk memuja Dewa Brahmana Pura Ulun Kulkul pada arah barat untuk memuja Dewa Mahadewa Pura Batumadeg pada arah utara untuk memuja Dewa Wisnu Rute Ke Pura Besakih Baca juga Tahun 2021, Kawasan Pura Besakih Mulai Ditata Jarak Kota Denpasar ke Pura Besakih berjarak berkisar 25 km ke arah utara. Perjalanan menuju Pura Besakih melewati panorama Bukit Jambul yang juga menjadi obyek wisata dan daya tarik di Kabupaten Karangasem. ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF Umat Hindu membawa benda-benda sakral saat melaksanakan ritual Melasti rangkaian pelaksanaan Karya Agung Panca Wali Krama di Pantai Watu Klotok, Klungkung, Bali, Sabtu 2/3/2019. Ribuan warga Hindu dari berbagai daerah mengikuti ritual Melasti yang merupakan rangkaian Karya Agung Panca Wali Krama di Pura Besakih yang digelar 10 tahun sekali tersebut. Sumber dan Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.SejarahPura Dalem Puri terdapat dalam salah satu lontar tertua yaitu lontar padma bhuana..Dimana dalam lontar ini menjelaskan awal mula adanya pulau bali da
BALI EXPRESS, DENPASRA – Pura merupakan tempat ibadah bagi penganut agama Hindu, khususnya yang ada di Bali. Jenis dan fungsinya pun beragam, seperti halnya Pura Dalem yang erat kaitannya dengan urusan kanuragan, termasuk bagi penekun Ilmu Pangleakan. Pura berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti benteng yang berhubungan dengan kerajaan. Namun di Indonesia, khususnya di Bali, pura dikonotasikan sebagai tempat ibadah. Untuk pusat kerajaan, cenderung disebut puri. Saking banyaknya pura yang ada , maka Bali dijuluki Pulau Seribu Pura. Selain banyak jumlahnya, pura juga beragam jenisnya. Salah satu jenis atau golongannya adalah pura Kahyangan Tiga. Sesuai penyebutannya, pura Kahyangan Tiga terdiri atas tiga pura, yakni Pura Desa, Puseh, dan Dalem. Sesuai konsep Tri Murti, Pura Desa adalah stana Tuhan yang bermanifastasi sebagai Dewa Brahma dengan kekuatan penciptaan. Selanjutnya Pura Puseh sebagai stana Dewa Wisnu dengan kuasa pemelihara. Sementara Pura Dalem merupakan stana Dewa Siwa dengan kuasa pelebur. Menariknya, di Bali sendiri, ada banyak jenis Pura Dalem pula. Namun secara umum, Pura Dalem ada dua jenis, yakni yang menjadi bagian Kahyangan Tiga dan yang tidak. Kebanyakan Pura Dalem yang selain bagian Kahyangan Tiga merupakan bagian dari sejarah penguasa pada masa lampau. Seperti diketahui, gelar Dalem’ adalah gelar bagi bangsawan yang secara umum berasal dari Jawadwipa. Yang sama adalah, secara umum keturanan raja yang disebut trah Dalem adalah penganut ajaran Siwa. Pada zaman itu, ajaran di Nusantara terdiri atas dua ajaran, yakni Siwa dan Buddha. Khusus untuk Pura Dalem Kahyangan Tiga, keberadaannya erat dengan setra atau kuburan dan Pura Prajapati. Menurut Jro Mangku Dr. Made Subagia, SH., berdasarkan Lontar Siwa Tattwa, Pura Dalem , Prajapati, dan Setra tidak bisa dipisahkan. Ketiganya merupakan satu kesatuan. “Itulah bagian dari satu kesatuan , karena Prajapati dan Pura Dalem bagian dari konsep purusa lan pradana,” ujarnya kepada Bali Express Jawa Pos Group kemarin. Dijelaskan pinisepuh perguruan Siwa Murti Bali tersebut, Ida Hyang Bhatari Durga berstana di Pura Dalem sebagai unsur pradana. Selanjutnya di Prajapati berstana Ida Hyang Siwa Brahma Prajapati sebagai unsur Purusa. “Sedangkan Setra adalah tempat penyatuan atau penunggalan energi positif dan negatif Siwa Ludra lan Durga Berawi ,” jelasnya. Jika kedua kekuatan yang mahadahsyat tersebut menyatu, menurut Jro Mangku Subagia, akan tercipta keharmonisan dan kedamaian di dunia. Ini adalah lambang kehidupan. Ketika dua unsur berbeda, namun berpasangan menyatu, maka akan ada penciptaan. “Dengan demikian, setra dipakai pusat atau centre ngerehang rangda dan barong, termasuk pangliakan,” jelasnya. Hal itu dikarenakan, ajaran liak atau leak bersumber dari kekuatan Siwa-Durga yang disatukan. Konon dalam waktu-waktu tertentu, kekuatan purusa Siwa dan kekuatan pradana Durga menyatu pada tempat yang paling dianggap angker, yakni pamuhunan atau tempat pembakaran mayat di setra. Dengan demikian, bagi orang-orang yang mengamalkan ajaran pangliakan atau pangleakan, akan mencari waktu yang tepat tersebut untuk melakukan pemujaan di setra sehingga mendapat anugerah kekuatan dari Siwa-Durga. Lebih lanjut, Jro Mangku Subagia yang merupakan pemilik klinik Ngurah Medical Centre, Kebo Iwa, tersebut, menjelaskan, letak Pura Dalem cenderung di Selatan desa adat atau desa pakraman karena menurut pangideran Panca Brahma, Dewa Brahma sebagai penguasa di arah Selatan. Hal ini kembali terkait dengan Siwa Brahma Prajapati. Dengan demikian, umumnya masyarakat Hindu di Bali saat meninggal, jasadnya akan dibakar di setra. Sesuai ajaran Siwaistik, ketika seseorang meninggal, diharapkan atmanya bisa menyatu dengan Siwa. Lalu, bagaimana dengan Pura Dalem Puri yang ada di Besakih? Akademisi IHDN Denpasar tersebut menyatakan, Pura Dalem Puri berbeda dengan Pura Dalem kahyangan , sehingga letaknya tidak berdekatan dengan setra dan Prajapati. “Pura Dalem Puri ini adalah hulunya Pura Dalem Kahyangan Tiga, yang ada di setiap desa pakraman di Bali,” terangnya. Dengan demikian, ia mengatakan, jika melangsungkan upacara nuntun dewa pitara ke pura pemujaan keluarga, yang biasa disebut merajan, tidak harus ke Dalem Puri. “Itu sesungguhnya tidak mutlak harus ke Pura Dalem Puri,” tegasnya. Dijelaskan praktisi Ilmu Leak tersebut, Pura Dalem Puri Besakih tergolong pura yang merupakan stana saktinya atau kekuatan magis religiusnya dari Dewa Siwa yang disebut dengan Uma Dewi atau Dewi Durga. “Karena itu pintu masuk Pura Dalem Puri ini berhadap-hadapan dengan pintu masuk Pura Penataran Agung Besakih yang berbentuk Candi Bentar,” jelasnya. Dikatakannya, umat Hindu di Bali yang cenderung menonjolkan Siwa Siddhanta, percaya bahwa roh orang yang telah meninggal itu semuanya disimbolkan menuju alam gaib yang disebut Para Loka. “Roh yang baik itu disimbolkan dan diterima di Pura Dalem Puri. Inilah simbol Sorga,” tandasnya. BALI EXPRESS, DENPASRA – Pura merupakan tempat ibadah bagi penganut agama Hindu, khususnya yang ada di Bali. Jenis dan fungsinya pun beragam, seperti halnya Pura Dalem yang erat kaitannya dengan urusan kanuragan, termasuk bagi penekun Ilmu Pangleakan. Pura berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti benteng yang berhubungan dengan kerajaan. Namun di Indonesia, khususnya di Bali, pura dikonotasikan sebagai tempat ibadah. Untuk pusat kerajaan, cenderung disebut puri. Saking banyaknya pura yang ada , maka Bali dijuluki Pulau Seribu Pura. Selain banyak jumlahnya, pura juga beragam jenisnya. Salah satu jenis atau golongannya adalah pura Kahyangan Tiga. Sesuai penyebutannya, pura Kahyangan Tiga terdiri atas tiga pura, yakni Pura Desa, Puseh, dan Dalem. Sesuai konsep Tri Murti, Pura Desa adalah stana Tuhan yang bermanifastasi sebagai Dewa Brahma dengan kekuatan penciptaan. Selanjutnya Pura Puseh sebagai stana Dewa Wisnu dengan kuasa pemelihara. Sementara Pura Dalem merupakan stana Dewa Siwa dengan kuasa pelebur. Menariknya, di Bali sendiri, ada banyak jenis Pura Dalem pula. Namun secara umum, Pura Dalem ada dua jenis, yakni yang menjadi bagian Kahyangan Tiga dan yang tidak. Kebanyakan Pura Dalem yang selain bagian Kahyangan Tiga merupakan bagian dari sejarah penguasa pada masa lampau. Seperti diketahui, gelar Dalem’ adalah gelar bagi bangsawan yang secara umum berasal dari Jawadwipa. Yang sama adalah, secara umum keturanan raja yang disebut trah Dalem adalah penganut ajaran Siwa. Pada zaman itu, ajaran di Nusantara terdiri atas dua ajaran, yakni Siwa dan Buddha. Khusus untuk Pura Dalem Kahyangan Tiga, keberadaannya erat dengan setra atau kuburan dan Pura Prajapati. Menurut Jro Mangku Dr. Made Subagia, SH., berdasarkan Lontar Siwa Tattwa, Pura Dalem , Prajapati, dan Setra tidak bisa dipisahkan. Ketiganya merupakan satu kesatuan. “Itulah bagian dari satu kesatuan , karena Prajapati dan Pura Dalem bagian dari konsep purusa lan pradana,” ujarnya kepada Bali Express Jawa Pos Group kemarin. Dijelaskan pinisepuh perguruan Siwa Murti Bali tersebut, Ida Hyang Bhatari Durga berstana di Pura Dalem sebagai unsur pradana. Selanjutnya di Prajapati berstana Ida Hyang Siwa Brahma Prajapati sebagai unsur Purusa. “Sedangkan Setra adalah tempat penyatuan atau penunggalan energi positif dan negatif Siwa Ludra lan Durga Berawi ,” jelasnya. Jika kedua kekuatan yang mahadahsyat tersebut menyatu, menurut Jro Mangku Subagia, akan tercipta keharmonisan dan kedamaian di dunia. Ini adalah lambang kehidupan. Ketika dua unsur berbeda, namun berpasangan menyatu, maka akan ada penciptaan. “Dengan demikian, setra dipakai pusat atau centre ngerehang rangda dan barong, termasuk pangliakan,” jelasnya. Hal itu dikarenakan, ajaran liak atau leak bersumber dari kekuatan Siwa-Durga yang disatukan. Konon dalam waktu-waktu tertentu, kekuatan purusa Siwa dan kekuatan pradana Durga menyatu pada tempat yang paling dianggap angker, yakni pamuhunan atau tempat pembakaran mayat di setra. Dengan demikian, bagi orang-orang yang mengamalkan ajaran pangliakan atau pangleakan, akan mencari waktu yang tepat tersebut untuk melakukan pemujaan di setra sehingga mendapat anugerah kekuatan dari Siwa-Durga. Lebih lanjut, Jro Mangku Subagia yang merupakan pemilik klinik Ngurah Medical Centre, Kebo Iwa, tersebut, menjelaskan, letak Pura Dalem cenderung di Selatan desa adat atau desa pakraman karena menurut pangideran Panca Brahma, Dewa Brahma sebagai penguasa di arah Selatan. Hal ini kembali terkait dengan Siwa Brahma Prajapati. Dengan demikian, umumnya masyarakat Hindu di Bali saat meninggal, jasadnya akan dibakar di setra. Sesuai ajaran Siwaistik, ketika seseorang meninggal, diharapkan atmanya bisa menyatu dengan Siwa. Lalu, bagaimana dengan Pura Dalem Puri yang ada di Besakih? Akademisi IHDN Denpasar tersebut menyatakan, Pura Dalem Puri berbeda dengan Pura Dalem kahyangan , sehingga letaknya tidak berdekatan dengan setra dan Prajapati. “Pura Dalem Puri ini adalah hulunya Pura Dalem Kahyangan Tiga, yang ada di setiap desa pakraman di Bali,” terangnya. Dengan demikian, ia mengatakan, jika melangsungkan upacara nuntun dewa pitara ke pura pemujaan keluarga, yang biasa disebut merajan, tidak harus ke Dalem Puri. “Itu sesungguhnya tidak mutlak harus ke Pura Dalem Puri,” tegasnya. Dijelaskan praktisi Ilmu Leak tersebut, Pura Dalem Puri Besakih tergolong pura yang merupakan stana saktinya atau kekuatan magis religiusnya dari Dewa Siwa yang disebut dengan Uma Dewi atau Dewi Durga. “Karena itu pintu masuk Pura Dalem Puri ini berhadap-hadapan dengan pintu masuk Pura Penataran Agung Besakih yang berbentuk Candi Bentar,” jelasnya. Dikatakannya, umat Hindu di Bali yang cenderung menonjolkan Siwa Siddhanta, percaya bahwa roh orang yang telah meninggal itu semuanya disimbolkan menuju alam gaib yang disebut Para Loka. “Roh yang baik itu disimbolkan dan diterima di Pura Dalem Puri. Inilah simbol Sorga,” tandasnya.